Monday, April 23, 2007

Dukungan Untuk Praja IPDN

Naskah asli ada di http://hericz.net/2007/04/dukungan-untuk-praja-ipdn/

Dukungan Untuk Praja IPDN

Sudah jam 2 malam, aku sudah ngantuk banget, tapi aku ndak bisa tidur. Televisi yang biasanya membantuku terlelap malam ini malah membuatku semakin terjaga dan merasa sangat tersiksa. Setiap kali kupejamkan mata, terbayang wajah-wajah gelisah kalian sahabat-sahabatku Praja IPDN. Mahasiswa dan Mahasiswi dari sebuah kampus yang menjadi berita utama 2 minggu terakhir.

Wahai sahabat-sahabatku Praja IPDN,
Terbayang di mataku betapa kalian berangkat ke Sumedang dengan semangat tinggi. Berapi-api keinginan kalian untuk membahagiakan orangtua, membanggakan nama keluarga, menyekolahkan adikmu yang pinter dan lucu ke sekolah terbaik. Lalu kalian sadar, bahwa ternyata perjalanan mulia kalian berujung pada sebuah neraka sistemik berkedok pendidikan negara.

Setiap kali aku menyentuh perutku, terasa sakitnya perutku dihantam oleh kakak kelas yang sepupunya keponakan mantunya pejabat. Dan sakitnya tidak seberapa dibanding remuknya hati kalian dianggap sebagai kaum hina, "bukan siapa-siapa". Fakta bahwa kalian bukan anak komandan koramil, dan bukan keluarga staf di gubernuran, membuat nyawa kalian tidak lebih berharga dibanding bebek di kawasan berburu.

Saat mendengar suara musik di MTV, aku terbayang betapa kalian mati-matian -dalam arti harfiah- berusaha masuk klub drum band kampus. Hanya agar dianggap sedikit lebih berderajat dan pantas bersanding dengan mereka yang berkuasa di kampus karena keturunan. Mungkin mereka lupa, sekarang sudah tidak jaman kerajaan lagi. *sigh*

Wahai sahabat-sahabatku Praja IPDN,
Melihat para remaja cantik di TV membuatku membayangkan kalian, sahabat-sahabatku mahasiswi IPDN yang dihina, dilecehkan, diambil kehormatannya tanpa bisa sedikitpun mampu melawan sistem yang sedemikian kuatnya. Jangankan melawan, membuka mulutpun kalian sudah tidak punya sisa kekuatan lagi. Aku sungguh tidak bisa membayangkan betapa menderitanya kalian, trauma yang PASTI tidak akan terhapus seumur hidup kalian.

Aku bayangkan pula bagaimana kalian harus berbohong pada Ayah dan Ibu yang sangat kalian cintai dan hormati, "Ah ibu.. adek kan baik-baik saja nih, lihat! Ototku aja semakin besar kan? Di sana tuh aku hidup enak kok", sambil menyembunyikan memar-memar di dada kalian atau nyeri di rahim setelah aborsi. Pasti sakiiit sekali.

Aku tidak tahu, doktrin dan ancaman apa yang dimuntahkan para senior, sehingga kalian bisa menganggap diri sendiri sudah tidak punya hak hidup lagi. Menjalani hari demi hari dengan doa "Ya Allah, kuatkanlah hambamu yang lemah ini..", hanya agar kalian masih bisa memanjatkan doa yang sama di malam hari berikutnya.

Sekolah gratis yang ternyata membuat kalian harus membayar uang seragam, membeli diktat kuliah (yang tidak pernah sempat kalian baca), ataupun membayar "setoran" ke senior. Bahkan uang saku yang dikirimkan oleh Pemerintah Daerah kalian pun -yang biasanya kalian kirim kembali sebagian ke rumah untuk beli beras- tidak bisa kalian terima dengan utuh. Angka 60 juta pertahun memang angka yang menggiurkan banyak orang.

Wahai sahabat-sahabatku Praja IPDN,
mungkin aku hanya semalam ini tidak bisa tertidur pulas dengan raut muka penuh ketakutan. Besok pagi, atau paling lama minggu depan aku mungkin sudah lupa.

Tapi kalian harus mengalaminya setiap malam, selama 1,2,3 tahun selama di kampus? Oh, sepertinya tidak. Kalian pasti harus menahan ketakutan seumur hidup kalian, membayangkan teman sebarak, teman main, teman makan siang, teman berlari-lari saat mau ujian masuk IPDN, teman yang mengompres luka memar di jidatmu hasil penggulingan, yang MATI, MATI, MATI tanpa kau sempat memberikan bantuan saat dia dihajar bos-bos besar, senior, anak para ningrat di kantor kabupaten.

Dan kalian semakin pedih lagi saat melihat makam sahabatmu -yang dilaporkan hilang pada orang tuanya- itu dijadikan monumen agar adik-adik kelas kalian -si anak petani, anak tukang becak, anak buruh bangunan- yang didatangkan dari berbagai daerah menyadari bahwa mereka baru saja masuk ke sebuah neraka untuk orang miskin, surga untuk orang berkuasa, dan sumber kekayaan bagi dosen dan staf peminum darah. Neraka dimana jagoan beladiri pun tidak akan sanggup melawan.

Sedangkan kisah-kisah praja putri yang MATI dalam keadaan hamil, babak belur, terbuang di daerah terpencil menjadi sebuah dongeng turun temurun yang mengerikan. Mengingat kalian bisa menjadi tokoh pengganti dalam dongeng tersebut saat kalian membuka satu kalimat saja.

Lalu wajah-wajah "pembunuh" yang masuk TV tanpa merasa malu, tanpa sedikitpun raut muka penyesalan, membuat kalian semakin tenggelam dalam ketakutan yang luar biasa.

Wahai sahabat-sahabatku Praja IPDN,
Aku membayangkan betapa tanggung jawab kalian begitu besar. Menjaga nama baik Daerah, menjaga nama baik kontingen kalian harus kuat menjaga semua kepedihan itu sendiri. Betapa susahnya birokrasi jika ingin komplain.

Aku tahu, kalau seorang anak pejabat terlibat kasus pembunuhan, maka kasusnya tidak akan pernah sampai di pengadilan. Maka aku juga tahu betapa takutnya kalian, kalau pelaku pembunuhan bukan hanya satu, atau 10, tapi 100 atau 1000 anak pejabat. Karena kalian juga tahu, senior-senior miskin itu sepertinya hanya ikut-ikutan saja.

Aku sudah mulai sadar bahwa ternyata tendangan kungfu di dada hanyalah seujung kuku dibanding siksa batin dan jiwa yang kalian alami selama berada di sana.

Wahai sahabat-sahabatku Praja IPDN,
Tidakkah kalian lihat betapa luasnya dunia ini. Tukang jamu menggendong dagangannya keliling kampung, berangkat dengan wajah penuh harapan, pulang dengan hati gembira. Setiap 100 meter di pinggir jalan ada penjual voucher HP, es cendol, Mie Ayam, pisang kremes yang terkantuk-kantuk menunggu pembeli. Mereka berangkat dengan penuh harapan, dan pulang dengan bangga membawa rejeki halal sekedarnya untuk diberikan ke anak istrinya. Mereka bahagia, dan mereka bukan PNS.

Dunia tidak hanya menjadi pegawai negeri sipil. Sistem informasi belum secanggih dalam film-film Bioskop TransTV tadi malam. Kalian masih bisa keluar, menyelamatkan diri dari neraka sistemik itu dan menghilang tanpa diketahui siapapun.

Aku yakin, ayah ibu kalian lebih suka melihat kalian jadi nelayan yang HIDUP jujur di sebuah pulau terpencil daripada melihat makam PNS muda yang dimakamkan dengan penuh pengormatan dari rekan-rekan kuliahnya yang tidak bisa diajak ngobrol.

Tolong dipikirkan lagi, bedanya matinya seorang pejuang kemerdekaan, matinya seorang yang berjihad, dan mati konyol karena dihajar idiot berkuasa. Idiot yang hanya bisa masuk kampus megah itu karena pakde dan buliknya, bukan karena otaknya.

Itupun jika kalian tidak ingin mimpi buruk ini berlangsung seumur hidup kalian. Karena sekarang definisi PENGECUT, PEMBERANI, BERMARTABAT, DISIPLIN, KOMITMEN dan PENGKHIANAT sudah mempunyai arti yang berbeda di kampus jahannam itu. Ayo, jadilah PRAJA yang BERANI dan BERMARTABAT -dalam arti sebenarnya-. Kalo kata MTV, speak your mind, anggap saja ini sebuah acara Fear Factor berhadiah ketenangan jiwa.

Maaf, aku mulai ngantuk membayangkan bahwa semua ini ujung-ujungnya ternyata lagi-lagi masalah uang dan kekuasaan. Lagipula sudah hampir jam 3, biasanya jam segini kalian sudah selesai dihajar dan bersiap-siap tidur, mengumpulkan tenaga agar tetap hidup saat dihajar besok malam.

Terimakasih buat seorang ibu yang sore tadi sudah menceritakan semua dengan berlinang air-mata.